Hanya sekedar ingin curhat sejenak disini, ditengah padatnya tugas dan tumpukan berkas yang harus diselesaikan….
Mungkin inilah dilema yang sering dialami oleh seorang Ibu yang bekerja. Harus memilih yang mana, kepentingan anak atau tugas kantor…. Memang ingin sekali secara ideal menyeimbangkan semuanya, tapi pada situasi tertentu terkadang harus ada satu hal yang dikorbankan.
Tanggal 14-16 Mei kemarin, kembali aku mendapat undangan untuk mengikuti Diklat di Udiklat Pandaan. Dan kali ini, aku harus menolak untuk berangkat karena satu hal : Nela sakit. Salahkah jika aku lebih memilih menemani anakku yang sedang sakit daripada berangkat mengikuti diklat? Menurut pandangan perusahaan, mungkin aku egois ya karena terlalu mementingkan kepentingan anakku. Tapi bagaimana pula menurut pandangan anakku sendiri, apakah aku tidak egois juga dihadapannya jika aku memilih untuk berangkat?
Pas aku mengajukan ijin untuk tidak berangkat ke atasan langsungku, beliau langsung menyetujuinya. Dan kata beliau, salah satu rekan kerjaku juga sedang cuti jadi aku diminta untuk tidak kemana-mana dulu selama tanggal itu. Yup lega sekali mendengar keputusan itu. Tapi ternyata ketidakhadiranku itu berbuah suatu teguran dari atasan langsung atasanku alias atasan tertinggi di kantorku.
Aku jadi teringat kejadian tidak enak yang kualami saat hamil Nela dulu. Saat itu aku mengalami pendarahan hebat, dan sudah mendapatkan surat keterangan istirahat dari dokter kandunganku agar pasca opname aku diminta untuk tidak melakukan aktivitas dulu karena bisa berakibat keguguran. Ditengah masa istirahatku itu, ada dua teman dari kantor yang disuruh oleh manajemen kantor untuk datang ke kostku dan memintaku untuk segera masuk kerja karena ada pekerjaan yang harus kukerjakan. Miris sekali hatiku saat itu. Bagaimana tidak, bagaimana aku harus masuk kerja saat itu sedangkan untuk berjalan saja aku harus menahan sakit dan tertatih-tatih karena setiap kali melangkah langsung saja pendarahan hebat menyerangku? Tidakkah mereka melihat keadaanku saat datang ke kost, untuk menemui mereka saja aku harus dibantu berjalan oleh mamaku.. Dan akhirnya aku pun menolak untuk masuk kantor. Disamping aku punya surat keterangan istirahat, aku pun saat itu harus melindungi janin yang ada dalam kandunganku. Aku bukan hanya melindungi diriku sendiri, tapi ada nyawa lain yang juga berada dalam tubuhku yang harus kulindungi.
Dan kini…dilema serupa pun datang padaku. Dilema yang mungkin juga pernah dirasakan oleh ibu-ibu bekerja lainnya.
Hanya doa dan berserah penuh kepada Tuhan saja yang bisa membuat aku kuat dan berusaha terus untuk kuat menjalani semuanya. Walaupun aku tahu, tak sedikit pula air mata yang harus kukeluarkan untuk menghadapi tekanan2 yang datang padaku.
Perusahaan bisa dengan sangat mudah mencari penggantiku, tapi posisiku bagi anakku sampai kapanpun tidak mungkin bisa tergantikan……
Leave a Reply